PERTUMBUHAN
EKONOMI
I.
Pengertian
Pertumbuhan Ekonomi
Menurut
Prof. Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan jangka panjang
dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis
barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan
kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang
diperlukannya. (Jhingan, 2000)
Pertumbuhan
ekonomi merupakan suatu kondisi dimana terjadinya perkembangan GNP yang
mencerminkan adanya pertumbuhan output per kapita dan meningkatnya standar
hidup masyarakat. (Asfia, 2009)
Pertumbuhan
ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan ”output perkapita”. Dalam pengertian ini
teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai
pertumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut dijelaskan, maka
perkembangan output perkapita bisa dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga
adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila
selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan
kecenderungan yang meningkat (Boediono, 1992)
II.
Teori
Pertumbuhan Klasik
Menurut
pandangan ahli-ahli ekonomi klasik ada empat faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, yaitu : jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal,
luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Walaupun
menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada banyak faktor, para ahli
ekonomi klasik menitikberatkan perhatiaannya kepada pengaruh pertambahan
penduduk pada pertumbuhan ekonomi.
Menurut
pandangan ahli-ahli ekonomi klasik hukum hasil tambahan yang semakin berkurang (the law of diminishing return) akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini berarti pertumbuhan ekonomi tidak akan
terus menerus berlangsung. Pada permulaannya, apabila penduduk sedikit dan
kekayaan alam relatif berlebihan, tingkat pengembalian modal dari investasi
yang dibuat adalah tinggi. Maka pengusaha akan mendapat keuntungan yang besar.
Ini akan menimbulkan investasi baru, dan pertumbuhan ekonomi terwujud. Keadaan
seperti ini tidak akan terus menerus berlangsung. Apabila penduduk sudah
terlalu banyak, pertambahannya akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena
produktivitas setiap penduduk telah menjadi negatif. Maka kemakmuran masyarakat
menurun kembali. Ekonomi akan mencapai tingkat kemakmuran yang sangat rendah.
Apabila keadaan ini dicapai, ekonomi dikatakan telah mencapai keadaan tidak
berkembang (stasionary state). Pada keadaan ini pendapatan pekerja hanya
mencapai tingkat cukup hidup (subsistence). Menurut pandangan ahli-ahli
ekonomi klasik setiap masyarakat tidak akan mampu menghalangi terjadinya
keadaan tidak berkembang tersebut.
Teori
pertumbuhan ekonomi klasik melihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk,
produksi marginal adalah lebih tinggi daripada pendapatan perkapita. Maka
pertambahan penduduk akan menaikkan pendapatan perkapita. Akan tetapi apabila
pemduduk sudah semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan
mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marginal akan mulai mengalami
penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan perkapita menjadi
semakin lambat pertumbuhannya.
Penduduk
yang terus bertambah akan menyebabkan pada suatu jumlah penduduk yang tertentu
produksi marginal telah sama dengan pendapatan perkapita. Pada keadaan ini
pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimum. Jumlah penduduk pada waktu
itu dinamakan penduduk optimum.
III.
Teori
Rostow
Rostow menyatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi adalah suatu proses dari berbagai perubahan yaitu;
1.
Perubahan reorientasi organisas ekonomi
2.
Perubahan pandangan masyarakat
3. Perubahan cara menabung atau menanamkan
modal dari yang tidak produktif ke yang lebih produktif.
4. Perubahan pandangan terhadap faktor
alam. Manusia harus mengubah keyakinan bahwa alam itu tidak menentukan
kehidupan manusia, tapi kehidupan manusia harus mampu menaklukkan/mengendalikan
kekayaan alam sehingga apa yang tersedia dapat menjadi sumber kehidupan dalam
mencapai kemakmuran.
Selanjutnya
Rostow juga mengemukakan tahap-tahap dalam pertumbuhan ekonomi, sebagai berikut
:
1.
The
traditional society (masyarakat tradisional), artinya suatu
kehidupan ekonomi masyarakat yang berkembang secara tradisional dan belum
didasarkan pada perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, kadang-kadang cara
berpikirnya primitive dan irrasional.
2.
The
precondition for takeoff (prasyarat tinggal landas),
merupakan masa transisi masyarakat untuk mempersiapkan dirinya mulai menerima
teknik-teknik baru dan pemikira-pemikiran baru dari luar kehidupan mereka.
3.
The
take off (tinggal landas), artinya pada tahap ini terjadi
perubahan – perubahan yang sangat drastic dalam terciptanya kemajuan yang pesat
dalam inovasi (penemuan-penemuan baru) dalam berproduksi dan lain sebagainya.
4.
The
drive to maturity (menuju kematangan), artinya pada tahap
ini masyarakat secara efektif telah menggunakan teknologi modern pada sebagian
besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alam.
5. The
age of high mass consumption (konsumsi tinggi),
artinya pada tahap ini masyarakat lebih menekankan pada masalah kesejahteraan
dan upaya masyarakat tertuju untuk menciptakan welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada
penduduknya dengan cara mengusahakan distribusi pendapatan melalui system
perpajakan yang progresif. Masyarakat tidak mempermasalahkan kebutuhan pokok
lagi tapi konsumsi lebih tinggi terhadap barang tahan lama dan barang-barang
mewah.
IV.
Teori
Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar
Teori
pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua ekonom sesudah Keynes yaitu
Evsey Domar dan Sir Roy F. Harrod. Teori Harrod-Domar ini mempunyai asumsi
yaitu:
a.
Perekonomian dalam keadaan full employment
dan barang-barang modal digunakan secara penuh.
b.
Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu
sektor rumah tangga dan sektor perusahaan.
c.
Besarnya tabungan proporsional dengan besarnya
pendapatan nasional
d. Kecenderungan untuk menabung (Marginal
Propensity to Save = MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antara
modal-output (Capital-Output Ratio atau COR) dan rasio pertambahan
modal-output (Incremental Capital-Output Ratio atau ICOR)
Menurut Harrod-Domar, setiap
perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan
nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal yang rusak. Namun
demikian untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan
investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Hubungan tersebut telah
kita kenal dengan istilah rasio modal-output (COR). Dalam teori ini disebutkan
bahwa, jika ingin tumbuh, perekonomian harus menabung dan menginvestasikan
suatu proporsi tertentu dari output totalnya. Semakin banyak tabungan dan
kemudian di investasikan, maka semakin cepat perekonomian itu akan tumbuh
(Lincolyn, 2004).
Hubungan
tersebut yang kita kenal dengan istilah
modal-output ratio (COR) yaitu 3 berbanding 1. Jika kita menetapkan COR = k ,
rasio kecenderungan menabung (MPS) = s yang merupakan proporsi tetap dari
output total, dan investasi ditentukan oleh tingkat tabungan.
Kelemahan
Teori Harrod-Domar
Ada
beberapa kelemahan dari teori pertumbuhan Harrod-Domar , yakni :
1.
MPS dan ICOR tidak konstan
Menurut
teori ini, kecenderungan untuk menabung (MPS) dan ICOR diasumsikan konstan.
Padahal kenyataannya kedua hal tersebut sangat mungkin berubah dalam jangka
panjang dan ini tidak berarti memodifikasi persyaratan-persyaratan pertumbuhan
yang mantap yang diinginkan.
2.
Proporsi penggunaan tenaga kerja dan
modal tidak tetap
Asumsi
bahwa tenaga kerja dan modal
dipergunakan dalam proporsi yang tetap tidaklah dapat dipertahankan. Pada
umumnya tenaga kerja dapat menggantikan modal dan perekonomian dapat bergerak
ke arah pertumbuhan yang mantap.
3.
Harga tidak akan tetap konstan
Model
Harrod-Domar mengabaikan perubahan-perubahan harga pada umumnya. Padahal
perubahan harga selalu terjadi di setiap waktu dan sebaliknya dapat
menstabilkan situasi yang tidak stabil
4.
Suku bunga berubah
Asumsi
bahwa suku bunga tidak mengalami perubahan adalah tidak relevan dengan analisis
yang bersangkutan. Suku bunga dapat berubah dan pada akhirnya akan mempengaruhi
investasi.
V.
Teori
Transformasi Struktural
Teori
ini berfokus pada mekanisme yang membuat negara-negara miskin dan berkembang
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cara mentransformasi struktur
perekonomiannya dari yang semula sektor pertanian yang bersifat tradisional
menjadi dominan ke sektor industri manufaktur yang lebih modern dan sektor
jasa-jasa. Teori ini dipelopori oleh W. Arthur Lewis.
Menurut
Lewis, dalam perekonomian yang terbelakang ada 2 sektor yaitu sektor pertanian
dan sektor industri manufaktur. Sektor pertanian adalah sektor tradisional
dengan marjinal produktivitas tenaga kerjanya nol. Dengan kata lain, apabila
tenaga kerjanya dikurangi tidak akan mengurangi output dari sector pertanian.
Sektor industri modern adalah sektor modern dan output dari sektor ini akan
bertambah bila tenaga kerja dari sektor pertanian berpindah ke sektor modern
ini. Dalam hal ini terjadi pengalihan tenaga kerja, peningkatan output dan
perluasan kesempatan kerja. Masuknya tenaga kerja ke sektor modern akan
meningkatkan produktivitas dan meningkatkan output
VI.
Teori
Pertumbuhan Ekonomi Solow-Swan
Teori
ini menjelaskan bagaimana tingkat tabungan dan investasi pertumbuhan populasi
dan kemajuan teknologi mempengaruhi tingkat output perekonomian dan
pertumbuhannya sepanjang waktu (Mankiw:2000). Dalam teori ini perkembangan
teknologi diasumsikan sebagai variabel yang eksogen. Hubungan antara output ,
modal dan tenaga kerja dapat ditulis dalam bentuk fungsi sebagai berikut.
y
= f (k) ........(1)
Dari
persamaan (1) terlihat bahwa output per pekerja (y) adalah fungsi dari capital
stock per pekerja. Sesuai dengan fungsi produksi yang berlaku hukum “the
law of deminishing return”, dimana pada titik produksi awal, penambahan
kapital per labor akan menambah output per pekerja lebih banyak, tetapi pada
titik tertentu penambahan capital stock per pekerja tidak akan menambah
output per pekerja dan bahkan akan bisa mengurangi output per pekerja.
Sedangkan fungsi investasi dituiskan sebagai berikut.
i
= s f(k) .........(2)
Dalam
persamaan tersebut, tingkat investasi per pekerja merupakan fungsi capital
stock per pekerja. Capital stock sendiri dipengaruhi oleh besarnya
investasi dan penyusutan dimana investasi akan menambah capital stock
dan penyusutan akan menguranginya.
Δk
= i - γ kt ...............(3),
Dimana
; γ adalah porsi penyusutan terhadap capital stock
Tingkat
tabungan yang tinggi akan berpengaruh terhadap peningkatan capital stock dan
akan meningkatkan pendapatan sehingga memunculkan pertumbuhan ekonomi yang
cepat. Tetapi dalam kurun waktu tertentu pertumbuhan ekonomi akan mengalami
perlambatan jika telah mencapai apa yang disebut steady-state level of
capital. Kondisi ini terjadi jika investasi sama dengan penyusutan sehingga
akumulasi modal.
Selain
tingkat tabungan, pertumbuhan juga dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi.
Pertumbuhan populasi lebih bisa menjelaskan pertumbuhan ekonomi secara
berkelanjutan. Populasi meningkatkan jumlah labor dan dengan sendirinya akan
mengurangi capital stock per pekerja. Tingkat pertumbuhan populasi dan
tingkat penyusutan secara bersama-sama akan mengurangi capital stock.
Pengaruh pertumbuhan populasi secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.
Δk
= sf(k) - (γ + n) kt, .......................(4)
dimana
n adalah tingkat pertumbuhan populasi.
Dalam
teori ini diprediksi bahwa negara-negara dengan pertumbuhan populasi yang
tinggi akan memiliki GDP perkapita yang rendah (Mankiw : 2000).
Kemajuan
teknologi dalam teori Solow dianggap sebagai faktor eksogen. Dalam perumusan
selanjutnya fungsi produksi adalah Y =f (K,L,E), dimana E adalah efisiensi
tenaga kerja. Selanjutnya y adalah Y/LE dimana LE menunjukkan jumlah tenaga
kerja efektif. Pengaruh dari kemajuan teknologi terhadap perubahan modal dapat
dirumuskan sebagai
Δk
= sf(k) - (γ + n + g) kt, .......................(5)
dimana
g menggambarkan kemajuan teknologi melalui efisiensi tenaga kerja. Dampak dari
kemajuan teknologi adalah dapat memunculkan pertumbuhan ekonomi secara
berkelanjutan karena mengoptimalkan efisiensi tenaga kerja yang terus tumbuh.
Menurut
teori Solow ada beberapa hal yang dilakukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Meningkatkan porsi tabungan akan meningkatkan akumulasi modal dan mempercepat
pertumbuhan ekonomi. Selain itu meningkatkan investasi yang sesuai dalam
perekonomian baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik. Mendorong kemajuan
teknologi dapat meningkatkan pendapatan per tenaga kerja sehingga pemberian
kesempatan untuk berinovasi pada sektor swasta akan berpengaruh besar dalam
pertumbuhan ekonomi.
VII. Teori Pertumbuhan Endogen
Teori
pertumbuhan endogen (endogenous growth
theory) merupakan teori yang muncul karena menolak asumsi model Solow
tentang pertumbuhan teknologi eksogen. Sebagai ilustrasi dari model pertumbuhan
endogen dapat dijelaskan sebagai berikut;
Y = AK ………………
(1)
Dimana
Y adalah output, K adalah persediaan modal dan A adalah konstanta yang mengukur
jumlah output yang diproduksi untuk setiap unit modal. Terlihat bahwa pada
fungsi produsi diatas tidak menunjukkan adanya muatan dari pengembalian modal
yang kian menurun. Satu unit modal tambahan memproduksi unit output tambahan A,
tanpa memperhitungkan banyak modal disini. Keberadaan pengembalian modal yang
kian menurun merupakan perbedaan penting antara model pertumbuhan endogen
dengan model Solow.
ΔK = sY – δK
………….. (2)
Persamaan
(2) menunjukkan bahwa perubahan pada persediaan modal (ΔK) sama dengan investasi (sY) dikurangi dengan penyusutan
(δK). Dengan menggabungkan antara persamaan (1) dan (2) akan didapatkan
ΔY/Y = ΔK/K = sA
– δ ……………… (3)
Persamaan
(3) menunjukkan apa yang menentukan pertumbuhan output (ΔY/Y). selama sA > δ
, pendapatan perekonomian tumbuh selamanya bahkan tanpa ada asumsi kemajuan
teknologi eksogen.
Dalam
model Solow, tabungan akan mendorong pertumbuhan sementara, tetapi pengembalian
modal yang kian menurun secara berangsur-angsur mendorong perekonomian mencapai
kondisi mapan dimana pertumbuhan hanya bergantung pada kemajuan teknologi
eksogen. Sebaliknya dalam model pertumbuhan endogen, tabungan dan investasi bisa
mendorong pertumbuhan yang berkesinambungan.
VIII. Teori Supply Side Economic Growth
Selama
ini konsep pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan terlalu berorientasi pada
pengelolaan permintaan aggregate. Martin Feldstein mengembangkan konsep baru
yang disebut supply side economic growth.
Konsep pertumbuhan ekonomi ini didasarkan pada pandanga ekonomi klasik yang
menyatakan output lebih memberikan reaksi terhadap insentif pajak dan
faktor-faktor pendapatan setelah pajak, dibandingkan dengan perubahan dalam
permintaan aggregate. Martin mengusulkan penekanan yang lebih besar terhadap
faktor-faktor yang akan menaikkan pertumbuhan output potensial sepperti
menaikkan tabungan dan investasi, memperbaiki peraturan dan pengurangan pajak.
Terjadinya
pertumbuhan investasi diakibatkan oleh adanya tabungan. Oleh karena itu
seharusnya masyarakat diberi kesempatan untuk bisa menabung. Caranya tentu
dengan menaikkan insentif atau imbalan (pendapatan yang diterima masyarakat)
yang memadai, sehingga mereka mampu menyisihkan pendapatannya untuk ditabung
(ingat S = f(Y), artinya saving ditentukan oleh pendapatan). Adanya kemampuan
menabung, tentu jumlah tabungan akan meningkat dan tabungan ini merupakan
sumber pendanaa investasi. Meningkatnya investasi akan menimbulkan multiplier
investment terhadap pendapatan nasional.
Upaya
untuk menaikkan pendapatan yang memadai dan bisa meningkatkan sumber penerimaan
negara (berupa pajak) adalah dengan cara menurunkan pajak bukan menaikkan
pajak. Sehubungan dengan itu Arthur Laifer menyatakan bahwa tarif pajak yang tinggi
akan menurunkan penerimaan pajak itu sendiri. Hal ini disebabkan pajak tinggi
akan mempersempit objek pajak, karena aktivitas perekonomian akan semakian
rendah.
Oleh
sebab itu kunci untuk menciptakan terjadinya pertumbuhan ekonomi adalah
kebijakan – kebijakan yang dapat meningkatka aggregate supply atau output nasional
yang ditawarkan kepada masyarakat.untuk itu yang perlu dilakukan adalah
menaikka insentif dalam kegiatan ekonomi dan menurunkan tarif pajak.
REFERENSI
PUSTAKA
Boediono, 1992. Teori
Pertumbuhan Ekonomi, Yogyakarta : BPFE
Jhingan, 2000. Ekonomi
Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : Rajawali Press
Mankiw, N.Gregory. 2000. Teori Ekonomi Makro Edisi Keempat.
Erlangga. Jakarta.
Murni, Asfia.
2009. Ekonomika Makro. PT. Refika
Aditama. Bandung
Sukirno, Sadono, 2000. Makro
Ekonomi Teori Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.